Suara Muda
Headlines News :
Home » , » “Menuju Pemilu 2014: Problematika Pemimpin dan Kepemimpinan Nasional Masa Depan”

“Menuju Pemilu 2014: Problematika Pemimpin dan Kepemimpinan Nasional Masa Depan”

Written By Bahrun Ali Murtopo on January 13, 2012 | 1/13/2012




Lebih dari satu dekade reformasi telah digulirkan, namun hingga saat ini sejumlah masalah masih menimpa bangsa Indonesia. Di bidang politik, hukum, dan keamanan, bangsa kita adalah raksasa rapuh. Di sektor kesejahteraan rakyat, sejumlah luka bangsa masih belum hilang: angka kemiskinan yang tinggi, biaya kesehatan dan pendidikan yang mahal, serta anak-anak busung lapar yang belum hilang dari angka statistik. Di bidang ekonomi dan industri, kita tidak berdaulat atas nasib ekonomi kita sendiri. Ada banyak faktor yang menjadi penyebab semuanya, salah satunya adalah kegagalan para elit kita memimpin bangsa ini. Tiadanya pemimpin yang berani mengambil alih masalah orang lain menjadi tanggung jawab dirinya dan berperan sebagai problem solver bagi masalah lingkungannya, telah menyeret bangsa ini pada persoalan-persoalan yang tak berujung. Soekarno sebelumnya dielu-elukan rakyatnya, akhir masa jabatannya tercatat begitu suram. Ia digoyang dan dijatuhkan oleh rakyat. Mati dalam kesendirian. Begitu juga Soeharto, bapak pembangunan ini pun tersungkur di masa akhir jabatannya. Bahkan, Presiden Abdurrahman Wahid lebih menyedihkan lagi. Hanya seumur jagung memerintah. Kursinya dicopot beramai-ramai lewat sebuah mekanisme yang hampir tidak masuk akal. Karena itu, bangsa Indonesia memerlukan pemimpin baru. Pemimpin yang menjadi problem solver. Pemimpin yang lahir dari generasi baru, bukan dari generasi lawas pewaris kepemimpinan pola lama. Bukan juga berasal dari individu yang terlibat dan menyangga kepemimpinan masa lalu, melainkan seorang tokoh yang berani, jujur dengan cita-cita perjuangan, memiliki komitmen dan keteguhan terhadap ideologi, serta sabar dalam berjuang. Pemimpin yang mampu memberikan visi, arah, dan tujuan, membangun kepercayaan, memberikan harapan dan optimisme, serta memiliki keberanian melihat dirinya sebagai katalis. Pemimpin yang seperti ini membawa antusiasme, sumber daya, toleransi terhadap risiko, disiplin seorang entrepreneur, dan bukan pemimpin bertipe makelar yang hanya mencari untung bagi kepentingan pribadinya sendiri.

Berdasarkan latar belakang tersebut, Pusat Penelitian Politik LIPI akan menyelenggarakan diskusi publik dengan judul “Menuju Pemilu 2014: Problematika Pemimpin dan Kepemimpinan Nasional Masa Depan” pada hari Rabu, 20 Juli 2011 yang bertempat di Ruang Seminar LIPI, Gedung Widya Graha lt 1. Acara dibuka oleh Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI yaitu Prof. Dr. Syamsuddin Haris sekaligus memberikan sambutan. Pembicara pertama yaitu  Eva Kusuma Sundari (Anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI) membahas tentang Bagaimana Parpol dan Parlemen Membentuk Pemimpin, yaitu:
  1. Parpol masih buruk yaitu belum punya sistem dan cara untuk menghasilkan pemimpin yang baik. Tidak punya indikator performa.
  2. Parpol belum punya gagasan reform untuk dirinya maupun bangsa, contohnya bisa dilihat pada ketiadaan pendidikan politik yang baik dalam badan parpol. Kader belajar sendiri di lapangan, tidak dibekali pendidikan, pengetahuan, dan skill berpolitik
  3. Parpol kuat diwarnai hubungan-hubungan personal berbasis kedekatan pertemanan dan kekeluargaan.
  4. Anggota parpol tidak loyal, loncat dari satu parpol ke parpol lain, bukti tidak ada ideologi dan indikator performa
  5. Parlemen dalam proses kerjanya juga tidak punya gagasan reform yang mendasar dan tidak punya indikator performa antara lain kerapkali bekerja berdasarkan suka atau tidak suka, dan hubungan kedekatan personal.
  6. Parlemen bekerja tidak berdasarkan meritokrasi yaitu memberikan penghargaan berdasarkan pencapaian merit (proven ability) seseorang yaitu bagaimana orang yang berkompeten.
  7. Parlemen cenderung mengarah kepada kleptokrasi, yaitu upaya-upaya memperkaya diri dari uang publik.
Selain itu, Eva juga membahas tentang Bagaimana Peran Perempuan Dalam Politik dan Kesempatan Menjadi Pemimpin yaitu:
  1. Perempuan di parlemen, masih kecil perannya  (dampaknya hampir tdk ada)
  2. Secara umum kesempatan perempuan Indonesia untuk menjadi pemimpin bangsa masih tertutup
  3. Perempuan dimana kalau tidak punya hubungan pertemanan, kekeluargaan, klan maka kecil kesempatannya untuk berpolitik dan menjadi pemimpin
  4. Sistem pemilu tidak adil pada perempuan antara lain dari kesempatan awal sampai pada proses menjadi bagian dari sistem politik.
Ada beberapa rekomendasi menurut anggota DPR RI ini, yaitu:
  1. Sistem pemilu: no money politics, adil gender, berdasarkan kemampuan, bukan suara terbanyak tapi nomor urut berdasarkan kemampuan.
  2. Parpol Reform: Kaderisasi parpol yang sistematis dan terukur.
  3. (Pendidikan politik yang baik dan adil gender untuk masyarakat luas).
  4. Mengupayakan sistem merit yang solid dalam parlemen dan parpol (penghargaan berdasarkan kompetensi) yaitu performance indikator yang jelas.
Pembicara selanjutnya yaitu Budiarto Shambazy, ia membahas tentang “Situasi dan Prospek Politik Dewasa Ini”. Menurutnya politik nasional memasuki masa krisis yang belum pernah terjadi dalam sejarah republik ini. Sejak Oktober 2010 pemerintah, seperti diungkapkan dengan tepat oleh WikiLeaks, praktis sudah tidak berjalan lagi alias lumpuh. Penyebab utama kelumpuhan pemerintah adalah sosok Presiden SBY yang tidak efektif lagi karena watak kepemimpinan yang lemah. Kevakuman kepemimpinan nasional tersebut juga gagal diisi oleh Wakil Presiden Boediono. Keraguan terhadap keabsahan hasil Pemilu-Pilpres 2009 juga tampak jelas pada proses penyidikan Skandal Century oleh DPR. Keputusan Rapat Paripurna DPR amat jelas: aparat hukum (dalam hal ini Polri, KPK, dan Kejaksaan Agung) harus menyidik dan menyelidiki hubungan antara bail out Rp 6,9 trilyun Bank Century dengan dugaan politik uang yang dilakukan oleh partai dan capres-cawapres tertentu.

Wartawan senior Kompas ini menilai kemungkinan yang terjadi pada saat pilpres 2014, barangkali sangat bisa terjadi adalah proses konstitusional dan political bargains di kalangan elit yang memerintah, yang berpusat di masalah keabsahan Pemilu-Pilpres 2009, akhirnya akan berujung pada penyelenggaraan pemilu-pilpres ulang sebelum 2014. Pemilu-pilpres ulang bisa diselenggarakan secara murah, cepat, dan jurdil jika melibatkan bantuan/keterlibatan pihak-pihak asing seperti PBB, Uni Eropa, ASEAN, dan negara-negara sahabat. Kita menengarai terdapat puluhan juta pemilih yang dirampas haknya, padahal rakyatlah yang berhak menentukan pilihan masing-masing—bukan lewat cara-cara persekongkolan elit politik di dalam kompleks MPR-DPR, kudeta, atau Pemilu-Pilpres 2014 yang tak mustahil amburadul lagi pelaksanaannya seperti tahun 2009.

Pembicara ketiga Sofjan Wanandi yaitu salah satu Pengusaha yang mengutarakan pendapat serta pemikirannya pemimpin dan kepemimpinan dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat. Selain itu, Bpk. Sofjan Wanandi memberikan pandangannya terhadap kondisi bangsa Indonesia dari sudut pandang seorang pelaku ekonomi. Para pengusaha perlu mendapat dukungan dari Pemerintah Pusat maupun Daerah dalam mengembangkan sektor usahanya agar dapat menarik investor dari luar maupun dalam negeri. Selama ini, Pemerintah kurang memberikan perhatian terhadap pengusaha dalam menjalankan perekonomian maupun sektor bisnis dalam pemerintahan. Menurut Sofjan, bila pemerintah bisa bekerjasama dengan pengusaha, maka baik sektor perekonomian dan bisnis dapat berjalan dengan baik dan lebih efisien.

Pembicara terakhir yaitu Prof. Dr. Syamsuddin Haris dengan tema “Krisis Kepemimpinan Politik dan Tantangan 2014”. Menurutnya bangsa kita saat ini tengah mengalami krisis kepemimpinan politik, baik tingkat nasional maupun lokal. Pada tingkat nasional, krisis kepemimpinan politik itu tidak hanya tampak pada kepemimpinan lembek Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, melainkan juga terlihat dari kinerja kepemimpinan partai-partai politik hasil Pemilu 2009. Sedangkan di tingkat lokal, krisis kepemimpinan politik tampak dalam kinerja kepala-kepala daerah yang minim kreatifitas dan terobosan, dan sebaliknya justru tersandera berbagai kasus hukum akibat korupsi dan penyalahgunaan dana APBD. Ia membahas tentang enam dimensi krisis kepemimpinan politik yang bisa diidentifikasi dan tengah melanda bangsa kita dewasa ini, yaitu Krisis komitmen etis, Krisis keteladanan, Krisis kecerdasan dan kreatifitas, Krisis kapasitas manajerial, Krisis tanggung jawab, dan Krisis kewibawaan.

Selanjutnya, peneliti yang akrab disapa pak Haris ini, membahas bagaimana partai-partai politik adalah institusi paling bertanggung jawab dalam menghasilkan para pemimpin politik bangsa kita saat ini. Menurutnya, para politisi dan pemimpin parpol yang “bermasalah” tidak memiliki hak moral untuk menjadi calon pemimpin bangsa kita di masa depan. Realitas politik sejauh ini memperlihatkan, para politisi dan pemimpin parpol yang “bermasalah” lebih merupakan beban ketimbang solusi bagi bangsa kita. Terakhir ia membahas bagaimana adanya kerjasama dan konsolidasi sipil dari berbagai elemen kekuatan masyarakat sipil. Kerjasama dan konsolidasi itu tidak hanya diperlukan untuk mencari sumber kepemimpinan politik baru, melainkan juga guna mendorong dan mendesak parpol-parpol kita yang masih peduli agar benar-benar berpihak pada  nasib rakyat kita dan masa depan bangsa ini.
Ditulis oleh Anggih Tangkas Wibowo    http://www.politik.lipi.go.id/index.php/in/kegiatan/488-diskusi-publik-menuju-pemilu-2014-problematika-pemimpin-dan-kepemimpinan-nasional-masa-depan
  
Share this post :
 
Support : Creating Website | bahrun grup | simponi
Copyright © 2011. Suara Muda Kebumen - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by cs
Proudly powered by Blogger