skip to main |
skip to sidebar
JAKARTA (Suara Karya): Keteguhan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meneruskan rencana pembangunan gedung baru DPR makin membuktikan bahwa para anggota dewan terhormat itu sudah tidak punya hati nurani dan lebih memikirkan diri sendiri daripada memikirkan nasib rakyat kelas ekonomi menengah-bawah. Pasalnya, pembangunan gedung baru DPR belum menjadi urgensitas anggota dewan apabila dibandingkan dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Demikian rangkuman pendapat pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Iberamsjah, Ketua DPP Partai Gerindra Bidang Humas dan Media Massa Asrian Mirza, anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) Teguh Juwarno, dan Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI) Sebastian Salang yang disampaikan secara terpisah di Jakarta, Selasa (10/5).Hingga sekarang, kritikan serta cibiran terus mengalir deras seiring rencana pembangunan ruang kerja per anggota DPR dengan anggaran yang nyaris Rp 800 juta, belum termasuk mebel dan laptop. Anggota DPR itu dinilai sudah tidak lagi memiliki hati nurani."Mereka (anggota DPR) memang benar-benar sudah tidak punya hati nurani lagi. Hati nurani mereka sudah mati," ujar Iberamsjah.Ia mengingatkan seluruh anggota DPR agar melihat secara nyata kondisi rakyat Indonesia. Masih banyak warga yang kesulitan secara ekonomi, bahkan untuk sekadar makan nasi."Apa mereka tahu banyak yang susah sekolah, susah makan, masih banyak yang miskin, apa mereka tidak tahu? Sudah buta apa semuanya," kata Iberamsjah mencibir.Sudah seharusnya, tanpa diminta pun, anggota DPR menolak rencana tersebut. Jangan sampai, menurut Iberamsjah, warga harus murka dulu baru rencana itu dibatalkan.Sementara itu, Asrian menyatakan keteguhan Fraksi Partai Gerindra menolak rencana pembangunan gedung baru DPR. "Kami tetap pada posisi menolak. Tak ada urgensinya bagi rakyat. Meski harga pembangunan gedung itu diturunkan, kami tetap tidak setuju," katanya.Menurut dia, alangkah lebih baik jika dana sebesar Rp 800 miliar itu diperuntukkan bagi rakyat yang membutuhkan. Turunnya dana pembangunan gedung baru DPR ini, kata Asrian, hanyalah akal-akalan saja."Kalau memang bisa ditekan biayanya, kenapa tidak dari dulu. Kenapa baru sekarang biayanya diturunkan. Jelas, ini ada akal-akalan dengan maksud proyek pembangunan gedung baru tetap dijalankan. Bagi kami, para wakil rakyat memanfaatkan fasilitas gedung DPR yang ada saja, daripada harus dipaksakan," ujar Asrian.Pernyataan sama disampaikan Teguh Juwarno. Menurut dia, Fraksi PAN tegas menolak rencana pembangunan gedung itu karena tak bermanfaat untuk menarik simpati rakyat."Jangan kemudian rencana pembangunan gedung DPR yang harganya diturunkan kemudian menjadi pembenaran. Sejak awal, kami menolak karena rakyat memang tak setuju atas rencana itu," kata Teguh.Menurut dia, PAN sudah melakukan korespondensi dengan para konstituennya di daerah. Hasilnya, rakyat tak setuju pembangunan gedung baru DPR."Saya sudah bertanya langsung ke konstituen, bertanya kepada rakyat. Dari situ jelas, rakyat nyata-nyata menolak pembangunan gedung baru DPR," kata dia.Sebelumnya diberitakan, anggaran pembangunan gedung baru DPR yang semula mencapai Rp 1,13 triliun turun secara signifikan menjadi Rp 800 miliar.Sedangkan Sebastian mengatakan, pembangunan gedung baru DPR bukan soal berapa ketinggian lantai dari gedung baru tersebut."Ini bukan soal satu atau seratus lantai, tapi tentang anggaran negara yang seharusnya diprioritaskan untuk hal-hal lain," katanya.Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto mengatakan, audit Kementerian Pekerjaan Umum memutuskan gedung baru DPR hanya akan dibangun setinggi 26 lantai, bukan 36 lantai seperti rencana semula. Pemangkasan lantai itu pun membuat biaya pembangunan gedung dapat dikurangi dari Rp 1,1 triliun seperti yang tercantum pada anggaran awal menjadi Rp 777 miliar."Saya berikan alternatif kepada DPR, mau memakai desain baru ini atau desain yang lama diperbaiki," kata Djoko.Menurut Sebastian, DPR dan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum, terkesan main-main soal anggaran negara."Kalau Kementerian Pekerjaan Umum punya otoritas dan andil untuk ikut menentukan soal pembangunan gedung DPR, kenapa baru sekarang bersuara? Kenapa baru sekarang melakukan audit," katanya.Bahkan, dia menilai, kini seakan-akan Kementerian Pekerjaan Umum tampil sebagai penyelamat bagi DPR terkait pengurangan anggaran tersebut. (Tri Handayani/Feber S)