Suara Muda
Headlines News :
Home » » "Geliat Kaum Muda Islam Post Tradisionalis dalam Mengawal Transisi Demokrasi di Kebumen"

"Geliat Kaum Muda Islam Post Tradisionalis dalam Mengawal Transisi Demokrasi di Kebumen"

Written By Bahrun Ali Murtopo on January 20, 2010 | 1/20/2010

Islam Indonesia adalah corak beragama yang lain dari yang lain, ia merupakan bagian penting dari artikulasi Islam ketika bertemu dengan konteks lokalitas dan budaya yang berbeda dari tempat Islam dilahirkan. 14 abad lalu misi ke-rosulan Muhammad SAW adalah sebisa mungkin membawa Islam menjadi rohmatan lil ‘alamin. Islam didakwahkan ke seantero negeri, konsekuensinya terjadi asimilisasi dan akulturasi nilai-nilai dan budaya keislaman dengan nilai-nilai kebudayaan di luar arab. Belajar dari sejarah pengembangan Islam ala dinasti Abbasiyah dan Umayyah yang diawali dengan berdarah-darah yang syarat kepentingan politis kekuasaan maka kita dapat memahami bahwa pendekatan ekstrim dalam menyebarkan ajaran Islam pada akhirnya tidak akan membawa kemaslahatan yang kekal.demikian pula gelar perang atas nama tuhan yang terjadi di abad 11-12 yakni perang salib (crusade) membawa berjuta korban dan menyisakan kepiluan mendalam bagi rasa kemanusiaan.

Indonesia dan Islam adalah dua entitas yang melengkapi satu sama lain. Ketika kita bicara Indonesia maka saat ini mayoritas penduduknya beragama Islam. Tentu saja nilai-nilai ke-Islaman baik dari sisi teologi atau akidah dan syariah pasti akan mempengaruhi landasan-landasan idiologi dan produk hukum yang menjadi konstitusinya. Meskipun tidak dilegalisasi dalam hukum positif tetap saja nilai-nilai Islam menjadi ruh dari hukum yang dihasilkan. Gerakan ke-Islaman yang paling cocok diterapkan dalam negeri Indonesia yang multikultur ini adalah yang memperhatikan factor berikut ; Pertama, Lebih mementingkan kepedulian terhadap kemanusiaan dalam arti luas, Kedua, Dinamisasi gerakan Islam yang transformatif tidak kaku, Ketiga,. Sikap terbuka terhadap ajaran dan peradaban lain sebagai manifestasi Cosmopolitanisme peradaban Islam.
Prakatek formalisasi syariat Islam dalam perda dan produk hukum yang lain akan menyebabkan gerakan Islam menuju ke arah eksklusifitas dan terasing dari pergaulan dunia luar yang menjadi sasaran dakwah nyata. Mestinya dakwah Islam mempergunakan cara-cara terbuka (inklusif), luwes menghargai perbedaan dan bisa melalui jalur budaya.

Pendekatan inklusif yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW ketika sudah berada di Madinah tercermin dari inisiasi beliau untuk membuat piagam madinah (Madina Charter) berisi pasal-pasal yang mengatur hubungan kaum muslimin dengan non muslim dalam pergaulan sosial kemasyarakatan. Piagam ini tidak dilabeli dengan piagam syariat Islam karena merupakan panduan tata cara hidup berdampingan dalam masyarakat yang multi keyakinan.
Pemahaman ke-Islaman yang inklusif di Indonesia sudah dikembangkan sedari awal masuknya pejuang dakwah wali songo di Nusantara. Mereka bisa merasuk secara elegan kedalam komunitas Hindu, Budha dan mampu memberi pengaruh (influence) secara damai. Tanpa kekerasan. Pola dakwah mereka direplikasi kepada para santrinya melalui basis pesantren. Santri dididik di lingkungan asrama di bawah bimbingan kyai dan setelah matang mengalami pembelajaran, mereka dilepas di tengah-tengah masyarakat untuk menjadi para pemuka agama di wilayahnya masing-masing. Tempo dulu tidak ada standarisasi ijazah bagi mereka, hidup di pesantren tanpa mengenyam pendidikan formal. Hari ini semua telah berkembang, kaum santri tidak hanya dibekali pemahaman keagamaan dari pesantren saja, namun juga ngunduh pengetahuan melalui sekolah tinggi dan universitas. Di dunia kampus para santri berkenalan dengan cara berfikir sistematis dan memperkaya pengetahuan melalui cendekiawan muslim lintas aliran dari dalam dan luar negeri. Sebut saja Gus Dur, Nur Kholis Majid, Jalaludin Rahmat, Amin Rais, Hasan Hanafi, Arkoun, Ali Ashar Engineer dan lain-lain.
Kolaborasi antara keilmuan berbasis pesantren dan kampus menghasilkan individu yang memprakterkan ajaran Islam dalam ibadah mahdoh serta dalam ibadah sosial. Wacana Demokrasi, Teologi Pembebasan, Pluralisme Islam menjadi bagian konstruk berfikir santri post tradisionalis ini, Mereka tersebar di berbagai kota di wilayah Indonesia khususnya di wilayah yang dikenal kota santri dan terdapat kampus Sekolah Tinggi ataupun Universitas. Salah satunya adalah kota Kebumen Beriman.

Dalam Jurnal Tashwirul Afkar, 200 ; 24-30 disebutkan “Post-Tradisionalisme Islam di Indonesia merupakan sebuah konstruksi intelektualisme yang berpijak dari dinamika budaya lokal Indonesia dan bukan dari tekanan luar yang berinterasi secara terbuka bukan hanya dengan berbagai jenis kelompok masyarakat tetapi juga mengkondisikan mereka berkenalan degan pemikiran-pemkiran luar yang bukan berasal dari kultur tradisionalisme.

Peran gerakan pemuda-pemuda post tradisionalis menjadi patut diperhitungkan karena; 1) Bangunan pengetahuan yang mereka miliki cukup komperhensif, kolaborasi ilmu agama dan ilmu umum baik eksak maupun humaniora, 2) Kritisisme dan gairah pendobrak kaum muda intelektual menjadi citra khas dalam sifat mahasiswa. 3) Input pengetahuan dari luar mainstream tradisi yang melingkupi bangunan nalarnya, semakin mengasah ketajaman pisau analisis sosial mahasiswa.

PMII Cabang Kebumen adalah organ gerakan mahasiswa, berasal dari trah santri yang mengenyam pendidikan kampus. PMII menjadi golongan intelektal post tradisionalis yang kali ini mencoba memotret konstalasi keagamaan dan perpolitikan di lingkungan epistemiknya di Kabupaten Kebumen. Kami merancang sebuah pelatihan yang akan diarahkan pada kajian Demokrasi di Kebumen wabil khusus mengenai dua fenomena Demokrasi aktual di Kebumen yakni, Pertama, Mengenai semakin berkembangnya aliran keislaman ekslusif yang menghendaki digantinya sistem Demokrasi Pancasila denga Syariat Islam. Bagaimanapun ini merupakan wacana yang harus diperhatikan serius oleh kita karena mengganti system berarti merombak seluruh tatanan yang sudah dibangun sejak Indonesia merdeka dan biaya social politiknya tentu sangat mahal. Kedua, Suksesi pemilihan Bupati Kebumen 2010 juga menjadi poin krusial bagi perkembangan daerah yang PAD nya masih jauh dari kebutuhan belanjanya. Harapannya akan muncul generasi yang mempunyai pemikiran-pemikiran yang komit dan rasional terhadap keislaman serta dewasa dalam berdemokrasi. Sebuah capaian sederhana dalam kata namun butuh perjuangan dalam mewujudkannya.

Adapun tema yang diangkat dalam PKD (Pelatihan Kader Dasar) ini adalah “Geliat Kaum Muda Islam Post Tradisionalis dalam Mengawal Demokrasi di Kebumen”. Acara ini diselenggarakan mulai hari Jum’at sampai Minggu tanggal 5-7 Februari 2010, bertempat di Gedung NU Kebumen.
Share this post :
 
Support : Creating Website | bahrun grup | simponi
Copyright © 2011. Suara Muda Kebumen - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by cs
Proudly powered by Blogger