Tugu Lawet atau Tugu Walet atau Kupu Tarung adalah sebuah tugu atau monumen yang berada di Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Keberadaan tugu ini berkaitan erat dengan potensi yang dimiliki Kabupaten Kebumen yaitu penghasil sarang Burung lawet. Burung Lawet adalah Burung walet dalam bahasa setempat, burung laut dari keluarga Apodidae yang sarangnya selalu diburu dan harganya sangat mahal. Sarang Burung walet mengandung glikoprotein yang sanggup meregenerasi kolagen, salah satu protein dalam organ tubuh manusia, yang membuat kulit halus dan cerah.
Tugu Lawet berada di simpang empat pusat Kota Kebumen sehingga akan dapat dijumpai dengan mudah. Tugu Lawet dibuat untuk menggambarkan aktivitas serta perjuangan para pengunduh sarang Burung walet di goa-goa pada tebing karang pesisir selatan Kabupaten Kebumen yang penuh tantangan serta risiko. Goa-goa yang dimaksud tersebut merupakan goa-goa yang ada di peisir selatan Kecamatan Ayah dan Kecamatan Buayan. Goa-goa tersebut dikenal dihuni oleh Burung walet. Bentuk Tugu Lawet yang tidak beraturan menggambarkan kontur karang pesisir selatan Kebumen terjal. Terdapat lima patung manusia yang menggambarkan para pengunduh serta dua ekor patung Burung walet raksasa di puncak tugu.Lima patung manusia yang hanya mengenakan celana pendek untuk menggambarkan kesederhanaan para pengduh jaman dahulu.
Dahulu Tugu Lewat Kebumen menjadi simbol kemakmuran masyarakat Kebumen dari bisnis sarang burung, dan karenanya menjadi tugu kebanggaan. Kini Tugu Lawet menjadi tugu nostalgia, dan tugu pengingat bahwa eksploitasi anugerah alam yang tak terkendali cepat atau lambat akan berujung pada penyesalan dan pewarisan kerusakan bagi keturunan [1]
Hebatnya orang kebumen dapat terbaca melalui ekspresi tugu walet yang penuh historis dan artikulatif. Hal ini dapat untuk memantik generasi kebumen menteladani keuletan, kejelian dalam membangun etos kerja. Tugu walet bukan sekedar icon kota atau vocal point (sudut pandang) melainkan diskripsi filosofis mentalitas orang kebum yang penuh heroik/militansi, komitmen dan spiritual (tirakat doa) dlm setiap perjuangan langkah hidup guna meraih apa yang diharapkan. Besarnya risiko dengan taruhan jiwa raga bukan penghalang yg harus ditakuti. Hal ini dapat divisualisasikan pada tugu walet kebumen yang menggambarkan orang sedang mengunduh sarang burung di lokasi yang sangat berbahaya di ujung gua tebing bebatuan di aliri gelombang laut yang garang, wingit (angker) dan lika liku. Kendati dengan berdarah darah teryata tidak membuat gentar. Semua harus dilewati stapak demi setapak melebihi bahayanya berjalang diatas lereng terjal ( downhill). [2]
Hebatnya orang kebumen dapat terbaca melalui ekspresi tugu walet yang penuh historis dan artikulatif. Hal ini dapat untuk memantik generasi kebumen menteladani keuletan, kejelian dalam membangun etos kerja. Tugu walet bukan sekedar icon kota atau vocal point (sudut pandang) melainkan diskripsi filosofis mentalitas orang kebum yang penuh heroik/militansi, komitmen dan spiritual (tirakat doa) dlm setiap perjuangan langkah hidup guna meraih apa yang diharapkan. Besarnya risiko dengan taruhan jiwa raga bukan penghalang yg harus ditakuti. Hal ini dapat divisualisasikan pada tugu walet kebumen yang menggambarkan orang sedang mengunduh sarang burung di lokasi yang sangat berbahaya di ujung gua tebing bebatuan di aliri gelombang laut yang garang, wingit (angker) dan lika liku. Kendati dengan berdarah darah teryata tidak membuat gentar. Semua harus dilewati stapak demi setapak melebihi bahayanya berjalang diatas lereng terjal ( downhill). [2]
Hal ini Menjadi keniscayaan bagi generasi penerus masyarakat dan pemerintahan untuk menjaga dan melestarikan serta merawat agar lebih indah tanpa harus mengurangi makna kontenya. Agenda redesign tugu walet yang kesekian kalinya patut diapresiasi apalagi dengan membuka keterlibatan publik secara partisipatif melalui sayembara desain gambar/grafis.
Teguh/Tan sebagai salah satu pemrakarsa tugu walet menyambut gembira rencana memper cantik tugu walet sehing mampu menjadi distinction keunikan kebumen. Pesan beliau sebaikya tugu walet jangan dimaknai dgn cat warna yg menimbulkan tafsir politik pada warna patung gambar orang yang sedang mengunduh sarang. Kembalikan pada warna yang aslinya. Itu maklumat beliau sebagai tokoh pemrakarsa.[3]
- Wikipedia, (14/12/2016.1023.PM)
- Iman Satibi Akademisi
- Teguh pemrakarsa tugu walet