Pilbup
mahal
Pilkada
di satu sisi memang berusaha mendeskripsikan idealitas demokrasi tapi
sekaligus menjadi pertunjukan gratis dari ambisi berkuasa manusia
yang ingin menang dengan cara apapun, dari tebar pesona, tebar uang
hingga tebar konflik. Kota Kebumen saat ini sudah mulai sesak oleh
atribut “promosi” cabup, bahkan di jalan-jalan protokol bendera
parpol dan baliho sudah mulai bermunculan ibarat jamur dimusim hujan.
Opini public kota beriman dipaksa mengenal sosok yang ingin menjadi
orang nomor satu di Kebumen.
Jumlah
anggaran untuk pilbup Kebumen 2010 jumlahnya fantastis, 20 milyar
lebih dan dianggarkan dari APBD Kebumen yang kembang kempis. Dana
tersebut baru cost politik dari Negara, belum lagi dana yang mengalir
dari kantong calon dan partainya untuk pembuatan poster, selebaran,
dan tetek
mbengek atribut
untuk berlomba menjadi Bupati. Janji-janji gombal biasanya
berseliweran menjadi bunga-bunga kampanye yang mempesona rakyat.
Partai menjadi jalan kolusi, jalan pikirannya bukan bertanya pilih
siapa tapi disulap mentalnya menjadi bayar berapa? Dan partai tidak
mengusung calon untuk kepentingan masyarakat luas tapi untuk
kepentingan golongannya saja.
Apakah
gambaran pilkada yang menyeramkan itu akan terjadi pula di Kebumen?
Tentu saja kita tidak menginginkannya. Kita tidak ingin rakyat
menjadi tumbal kebusukan politik atas nama demokrasi. Masing-masing
kandidat harus berani membuat kontrak social sesuai visi-misi yang
dibuat, bukan hanya janji palsu dan siap mundur jika ingkar janji.
Pilbup
bersih, jujur dan adil
Masyarakat
di suguhi banyak momentum pergantian pemimpin dari tingkat pusat
hingga daerah, salah satunya Pilbup yang menjadi agenda rutin, dalam
siklus lima tahunan. Kebiasaan ini akhirnya menjadi edukasi politik
secara langsung agar menjadi pemilih sehat, cerdas, dan tidak
terhegemoni. Namun begitu pemerintah tetap perlu memberikan
pembasisan pengetahuan terhadap masyarakat, dengan mewacanakan
demokrasi yang bersih, no
money politics
serta tidak menggunakan fasilitas negara untuk mensukseskan salah
satu bakal calon.
Sebagai
salah satu bagian dari control social politik, masyakat perlu
berfikir kritis terhadap kemunculan bakal calon Bupati 2010-2014.
Masyarakat sudah harus sadar bukan sapi perahan yang hanya diambil
suaranya untuk kemudian diacuhkan aspirasinya. Parpol jangan seperti
mobil yang dijual hanya sebagai kendaraan politik saja dan menafikan
konstituennya. Bagaimanapun pemimpin terbaik memposisikan diri
sebagai budaknya masyarakat dan bukan malah memperbudak
masyarakatnya.
PMII
netral
Sebagai
organ gerakan mahasiswa, PMII mengambil posisi netral terhadap
masing-masing calon, tidak memihak salah satu, PMII ingin menjadi
agen control social murni bagi kekuatan trias
politica.
Control di sini dalam artian jika para pemimpin benar-benar komit
terhadap rakyatnya maka didukung, jika tidak maka dilawan. Siapapun
yang maju baik melalui parpol atau “jika mampu” maju sebagai
calon independen, harus melucuti ambisi pribadi ataupun golongan dan
focus pada kemajuan kabupaten Kebumen dibidang pendidikan, ekonomi,
social, penegakan Hukum dan Ham, budaya, pertanian, kelautan,
keadilan gender, pro poor, sampai good governance dan clean
governent. Sementara ini memang belum terlihat sosok-sosok ideal itu.
Yang penting mari kita laksanakan demokrasi di Kebumen agar menjadi
demokrasi yang lebih efektif dan efisien sebagai ruang untuk berperan
semua elemen masyrakat dari elit sampai orang alit
untuk
terpilihnya pemimpin yang mampu menerbangkan kota lawet jauh lebih
tinggi.
Dalam
rangka menyukseskan pelaksanaan demokrasi prosedural yang menggunakan
cost politik yang sangat tinggi, maka PMII melakukan pengawalan dan
pemantauan terhadap pilbub 2010 agar dapat berlangsung secara jurdil
dan bersih.