RMOL.Partai papan tengah seperti PKB, Gerindra, PPP, PAN, Hanura, dan PKS bermimpi agar batas minimal yang harus dipenuhi Partai Politik untuk bisa menempatkan calon legislatifnya di parlemen alias Parliamentary Treshold (PT) maksimal tiga persen.
Sedangkan partai besar seperti Demokrat, Golkar, dan PDIP justru menghendaki PT dinaikkan 4-5 persen. Hal ini merupakan salah satu materi alot yang dibahas dalam revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu.
Partai papan tengah yang tergabung dalam koalisi pendukung pemerintah berharap bisa menggolkan mimpinya itu melalui Sekretariat Gabungan di bawah komando Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Wacananya soal PT akan dibahas di Setgab Koalisi. Kami berharap, parpol-parpol peserta koalisi mencapai kesepakatan soal PT sehingga pembahasan RUU Pemilu bisa selesai secepatnya. Tapi sampai saat ini belum ada undangan untuk membicarakan hal itu,” kata Ketua Fraksi PKB, Marwan Ja’far kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Mungkin dengan dasar inilah Marwan yakin partainya mampu menggolkan PT di kisaran 2,5-3 persen dalam revisi draft RUU Pemilu. “Kami optimis fraksi di DPR akan menuntaskan soal PT melalui musyawarah mufakat,” ucapnya.
Anak buah Muhaimin Iskandar ini menegaskan, PKB memang setuju PT dinaikkan untuk meningkatkan sistem demokrasi yang sudah dibangun. Hanya saja besarnya tidak melebihi 3 persen, dan kenaikannya secara bertahap. Tujuan untuk menghindari banyaknya suara rakyat yang hangus. “Bila ada parpol peserta Pemilu 2014 tidak mampu mencapai PT 2-3 persen, maka partai itu tidak bisa menempatkan anggota legislatifnya di DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota,” jelasnya.
Menurutnya, pengesahan draft Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu telah selesai dibahas di Badan Legislatif. DPR telah menyetujui jumlah daerah pemilihan, dan jumlah maksimal anggota DPR/DPRD sesuai dengan Pemilu 2009.
Sekretaris Fraksi PPP, Romahurmuzy menilai, masalah penentuan PT diperkirakan akan kembali mengganggu stabilitas hubungan Setgab Koalisi. Apalagi bagi sebagian anggota koalisi, penentuan PT ini masuk dalam masalah strategis.
“Ini pintu masuk untuk penataan sistem politik ke depan. Apakah mau menganut sistem sederhana atau multi partai,” katanya
Wakil Sekjen DPP PPP ini menegaskan, partainya menolak kenaikan PT hingga 5 persen. Sebab, dengan PT 2,5 persen pada Pemilu 2009 saja, ada sekitar 20 juta suara pemilih yang diabaikan. “Artinya, sudah terjadi pembunuhan aspirasi rakyat secara masif. Jangan sampai pembunuhan ini makin masif dengan (peningkatan) PT (menjadi) 5 persen,” tegasnya.
Pria yang akrab disapa Romy ini menuturkan, karena PT masalah ini terkait dengan isu strategis penataan sistem politik dan aspirasi rakyat, PPP akan terus memperjuangkan agar jumlahnya 3 persen.
Pandangan senada juga disampaikan Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Mujani. Menurutnya, 3 persen adalah angka yang paling realistis untuk PT Pemilu 2014.
Selain alasan mencegah semakin banyak suara hangus peningkatan PT akan menghambat proses akulturasi atau penyeragaman perbedaan di Indonesia. Akibatnya, akan semakin sedikit partai yang berada di parlemen.
“Indonesia ini negara paling variatif dari suku, agama, pulau, daerah, budaya. Ketika PT ditetapkan besar, maka proses akulturasi akan lambat, karena akan memberangus suara partai yang pas-pasan dan tidak mendapatkan keterwakilan yang memadai di lembaga parlemen,” ungkapnya.
Ketua Fraksi PKS Mustafa Kamal mengatakan, partainya bersikap terbuka dengan wacana jumlah persentase PT untuk Pemilu 2014, sejauh bisa diterima semua pihak.
“Tiga persen sudah baik, tapi kalau lebih juga tidak mengapa. Kami terbuka dengan pilihan-pilihan, tentunya yang membawa maslahat,” katanya.
Ditanya soal pembahasan di Setgab, anak buah Luthfi Hasan Ishak ini menilai itu wajar. “Itu memang sudah seyogyanya, karena masalah itu memang sudah diagendakan,” tukasnya.
Tim Pengkajian Revisi RUU Bidang Politik dari Golkar, Nurul Arifin mengatakan, partainya bertekad memberikan ruang bagi dihormatinya “popular vote” dan partisipasi warga negara dalam Pemilu.
“Itu kebutuhan nyata yang saat ini dihadapi bangsa Indonesia dalam membangun demokrasi yang lebih relevan. Di pihal lain, ada kebutuhan berikutnya, ialah, meneguhkan kontrol dan wibawa partai di depan konstituennya,” ujarnya.
Berdasarkan hasil kajian tim partai Golkar, Fraksinya di DPR mendorong peningkatan Parliamentary Threshold menjadi lima persen, dan mengusulkan agar Pemilu 2014 menggunakan Sistem Campuran.
Sistem campuran, lanjutnya, yaitu sebuah sistem Pemilu yang memadukan kebaikan-kebaikan dalam sistem proporsional berbasis suara terbanyak dan sistem proporsional berdasarkan nomor urut. “Jadi kedua sistem tersebut berjalan secara paralel. Dan berdasarkan pemikiran kritis atas kedua tradisi tersebut, Partai Golkar (PG) mengusulkan, bahwa penentuan anggota Parlemen didasarkan pada nomor urut dan suara terbanyak berdasarkan komposisi 70:30,” tegasnya.
Tergantung Lobi-lobi Di Rapat Paripurna
Ignatius Mulyono, Ketua Baleg DPR
Sebelum reses rapat pleno Badan Legislasi (Baleg) DPR telah memutuskan kalau Parliamentary Thereshold (PT) yang diajukan ke Rapat Paripurna adalah 3 persen.
Hanya saja pengajuan tersebut disertai catatan-catatan, yaitu masih adanya parpol yang ngotot mempertahankan ketentuan PT yang mereka inginkan. “Jadi keputusan 3 persen itu adalah jalan tengah yang masih bersifat sementara,” kata Ketua Baleg DPR, Ignatius Mulyono, kemarin.
Anggota Fraksi Demokrat ini menjelaskan, berdasarkan rapat tersebut, parpol-parpol yang menginginkan PT 3 persen adalah Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Gerakan Indonesia Rakyat (Gerindra), dan Hati Nurani Rakyat (Hanura).
Sedangkan Demokrat selaku partai dengan suara terbesar di DPR menginginkan PT 4 persen. “Tapi Golkar dan PDIP tetap keukeuh menginginkan PT 5 persen, dan PKS menginginkan PT 3-5 persen,” ungkapnya.
Anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Tengah ini menambahkan, untuk menetapkan PT yang akan digunakan, Baleg menyerahkannya kepada keputusan dalam rapat Paripurna. Sebab, walaupun yang mengiinginkan PT 3 persen ada 5 parpol, tapi dari segi jumlah anggota mereka kurang memenuhi.
Makanya, kata dia, ketetapan PT dari semua parpol tersebut bisa saja berubah. Hal itu tergantung dari lobi-lobi yang dilakukan saat Paripurna nanti
“Lobi-lobi fraksi memang sudah selesai dilakukan di Baleg. Namun karena jumlahnya tidak mencukupi, maka harus diputuskan di paripurna, entah itu akan melalui voting ataupun melalui aklamasi,” paparnya.
Partai-partai Kecil Mau Disingkirkan
Hadar Nafis Gumay, Direktur Eksekutif Cetro
jumlah persentase Parliamentary Thereshold yang ada saat ini sudah cukup. Ide untuk menaikannya hanyalah upaya dari parpol-parpol besar untuk menyingkirkan parpol kecil.
“Untuk menyederhanakan jumlah parpol, PT 2,5 persen pun sudah cukup menyederhanakan parpol hingga tinggal 9 diparlemen,” kata Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro) Hadar Nafis Gumay, kemarin.
Kenaikan PT, kata dia, hanya akan memperbesar jumlah suara yang hangus. Sebab parpol-parpol yang tidak memenuhi kuota PT tidak bisa masuk ke parlemen, sehingga suara yang mereka peroleh tidak akan terwakili.
Dikatakan, saat kenaikan PT baru sebatas wacana pun, parpol-parpol sudah mengambil ancang-ancang untuk berkoalisi, konfederasi dan sebagainya. Dengan cara yang seperti ini jumlah parpol memang akan berkurang.
Namun Hadar meragukan kalau pengurangan tersebut akan memperbaiki kualitas sistem Presidensial yang dianut Indonesia. “Kalau parpolnya tinggal 5 tapi moralnya masih seperti sekarang, kunker nggak jelas manfaatnya, suka buka-buka situs porno, nggak pernah mendengarkan aspirasi rakyat, itu percuma,” cibirnya.
Dalam pandangannya, selama ini anggota parlemen terlalu banyak alasan. Tidak sedikit para wakil rakyat itu menuding pemerintah menghambat kinerja mereka dalam hal penyelesaian undang-undang, padahal diakibatkan kesalahan sendiri.
“Kalau undang-undang yang dikerjakan bersama pemerintah terhambat karena pemerintah, mereka tinggal beralih mengerjakan undang-undang yang lain,” tuturnya.
Untuk itu Hadar pun menyarankan supaya para anggota parlemen lebih fokus untuk membenahi perilaku mereka sendiri, daripada mengurusi masalah penguatan sistem presidensial dengan cara pengurangan jumlah parpol di parlemen.
Menurutnya, jumlah parpol di parlemen akan berkurang dengan sendirinya. Seperti pada pemilu 2009, tadinya ada sekitar 38 kemudian menyusut jadi 9 parpol. “Itu akan terjadi secara alami, dan bertahap. Jadi kalau parpol yang berada diparlemen berkualitas, dengan sendirinya sistem yang ada juga akan membaik,” pungkasnya. [RM]