Suara Muda
Headlines News :
Home » , » Bisakah Forum Setgab Golkan PT Tiga Persen Sikap Parpol Terkait Revisi UU Pemilu

Bisakah Forum Setgab Golkan PT Tiga Persen Sikap Parpol Terkait Revisi UU Pemilu

Written By Bahrun Ali Murtopo on May 9, 2011 | 5/09/2011


RMOL.Partai papan tengah seperti PKB, Gerindra, PPP, PAN, Hanura, dan PKS bermimpi agar batas minimal yang harus dipenuhi Partai Politik untuk bisa menempatkan calon legislatifnya di parlemen alias Parliamentary Treshold (PT) maksimal tiga persen.
Sedangkan partai besar se­perti Demokrat, Golkar, dan PDIP justru menghendaki PT di­naikkan 4-5 persen. Hal ini me­rupakan salah satu materi alot yang dibahas dalam revisi Un­dang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu.
Partai papan tengah yang tergabung dalam koalisi pendu­kung pemerintah berharap bisa menggolkan mimpinya itu mela­lui Sekretariat Gabungan di ba­wah komando Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.  

“Wacananya soal PT akan dibahas di Setgab Koalisi. Kami ber­harap, parpol-parpol peserta koalisi mencapai kesepakatan soal PT sehingga pembahasan RUU Pemilu bisa selesai secepat­nya. Tapi sampai saat ini belum ada undangan untuk membi­ca­rakan hal itu,” kata Ketua Fraksi PKB, Marwan Ja’far kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, ke­marin.
Mungkin dengan dasar inilah Marwan yakin partainya mampu menggolkan PT di kisaran 2,5-3 persen dalam revisi draft RUU Pemilu. “Kami optimis fraksi di DPR akan menuntaskan soal PT me­lalui musyawarah mufakat,” ucapnya.
Anak buah Muhaimin Iskandar ini menegaskan, PKB memang setuju PT dinaikkan untuk me­ningkatkan sistem demokrasi yang sudah dibangun. Hanya saja besarnya tidak melebihi 3 persen, dan kenaikannya secara bertahap. Tujuan untuk menghindari ba­nyaknya suara rakyat yang ha­ngus. “Bila ada parpol peserta Pe­milu 2014 tidak mampu men­capai PT 2-3 persen, maka partai itu tidak bisa menempatkan ang­gota legislatifnya di DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota,” jelasnya.
Menurutnya, pengesahan draft Rancangan Undang-undang  (RUU) Pemilu telah selesai diba­has di Badan Legislatif. DPR telah menyetujui jumlah daerah pemilihan, dan jumlah maksimal anggota DPR/DPRD sesuai dengan Pemilu 2009.
Sekretaris Fraksi PPP, Ro­ma­hurmuzy menilai, masalah pe­nen­tuan PT diperkirakan akan kem­bali mengganggu stabilitas hu­bungan Setgab Koalisi. Apa­lagi bagi sebagian anggota koa­lisi, penentuan PT ini masuk da­lam masalah strategis.
“Ini pintu masuk untuk pena­taan sistem politik ke depan. Apa­kah mau menganut sistem seder­hana atau multi partai,” katanya
Wakil Sekjen DPP PPP ini menegaskan, partainya menolak kenaikan PT hingga 5 persen. Sebab, dengan PT 2,5 persen pada Pemilu 2009 saja, ada seki­tar 20 juta suara pemilih yang di­abai­kan. “Artinya, sudah terjadi pembunuhan aspirasi rakyat secara masif. Jangan sampai pembunuhan ini makin masif de­ngan (peningkatan) PT (menjadi) 5 persen,” tegasnya.
Pria yang akrab disapa Romy ini menuturkan, karena PT masa­lah ini terkait dengan isu strategis penataan sistem politik dan aspirasi rakyat, PPP akan terus memperjuangkan agar jumlahnya 3 persen.
Pandangan senada juga disam­paikan Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Mujani. Menurutnya, 3 persen adalah angka yang paling realistis untuk PT  Pemilu 2014.
Selain alasan mencegah se­ma­kin banyak suara hangus pe­ning­katan PT akan meng­ham­bat proses akulturasi atau pe­nye­ragaman perbedaan di In­donesia. Akibatnya, akan se­ma­kin sedikit partai yang bera­da di parlemen.
“Indonesia ini negara paling variatif dari suku, agama, pulau, daerah, budaya. Ketika PT dite­tapkan besar, maka proses akul­turasi akan lambat, karena akan memberangus suara partai yang pas-pasan dan tidak mendapat­kan keterwakilan yang memadai di lembaga parlemen,” ung­kapnya.
Ketua Fraksi PKS Mustafa Kamal mengatakan, partainya bersikap terbuka dengan wacana jumlah persentase PT untuk Pemilu 2014, sejauh bisa diterima semua pihak.  
“Tiga persen sudah baik, tapi kalau lebih juga tidak mengapa. Kami terbuka dengan pilihan-pilihan, tentunya yang membawa maslahat,” katanya.
Ditanya soal pembahasan di Setgab, anak buah Luthfi Hasan Ishak ini menilai itu wajar. “Itu memang sudah seyogyanya, ka­rena masalah itu memang sudah diagendakan,” tukasnya.
Tim Pengkajian Revisi RUU Bidang Politik dari Golkar, Nurul Arifin mengatakan, partainya bertekad memberikan ruang bagi dihormatinya “popular vote” dan partisipasi warga negara dalam Pemilu.
“Itu kebutuhan nyata yang saat ini dihadapi bangsa Indonesia da­lam membangun demokrasi yang lebih relevan. Di pihal lain, ada ke­butuhan berikutnya, ialah, mene­guhkan kontrol dan wibawa partai di depan konstituennya,” ujarnya.
Berdasarkan hasil kajian tim partai Golkar, Fraksinya di DPR mendorong peningkatan Parlia­mentary Threshold menjadi lima persen, dan mengusulkan agar Pe­milu 2014 menggunakan Sis­tem Campuran.
Sistem campuran, lanjutnya, yaitu sebuah sistem Pemilu yang me­madukan kebaikan-kebaikan da­lam sistem proporsional ber­basis suara terbanyak dan sistem proporsional berdasarkan nomor urut. “Jadi kedua sistem tersebut ber­jalan secara paralel. Dan ber­dasarkan pemikiran kritis atas ke­dua tradisi tersebut, Partai Gol­kar (PG) mengusulkan, bahwa pe­nentuan anggota Par­lemen dida­sarkan pada nomor urut dan suara terbanyak berda­sarkan komposisi 70:30,” te­gasnya.
Tergantung Lobi-lobi Di Rapat Paripurna
Ignatius Mulyono, Ketua Baleg DPR
Sebelum reses rapat pleno Ba­dan Legislasi (Baleg) DPR telah memutuskan kalau Parlia­mentary Thereshold (PT) yang diajukan ke Rapat Paripurna adalah 3 persen.
Hanya saja pengajuan terse­but disertai catatan-catatan, yaitu masih adanya parpol yang ngotot mempertahankan keten­tuan PT yang mereka inginkan. “Jadi ke­pu­tusan 3 persen itu adalah ja­lan ten­gah yang masih bersifat se­­mentara,” kata Ketua Baleg DPR, Ignatius Mulyono, kemarin.
Anggota Fraksi Demokrat ini menjelaskan, berdasarkan rapat tersebut, parpol-parpol yang menginginkan PT 3 persen adalah Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pem­bangunan (PPP), Partai Ke­ba­ng­kitan Bangsa (PKB), Ge­rakan Indonesia Rakyat (Gerin­dra), dan Hati Nurani Rakyat (Hanura).
Sedangkan Demokrat selaku partai dengan suara terbesar di DPR menginginkan PT 4 persen. “Tapi Golkar dan PDIP tetap keukeuh menginginkan PT 5 persen, dan PKS meng­inginkan PT 3-5 persen,” ung­kapnya.
Anggota DPR dari daerah pe­milihan Jawa Tengah ini me­nambahkan, untuk menetapkan PT yang akan digunakan, Baleg menyerahkannya kepada kepu­tusan dalam rapat Paripurna. Se­bab, walaupun yang mengi­inginkan PT 3 persen ada 5 par­pol, tapi dari segi jumlah ang­gota mereka kurang memenuhi.
Makanya, kata dia, ketetapan PT dari semua parpol tersebut bisa saja berubah. Hal itu ter­gantung dari lobi-lobi yang dilakukan saat Paripurna nanti
“Lobi-lobi fraksi memang sudah selesai dilakukan di Ba­leg. Namun karena jumlah­nya tidak mencukupi, maka harus dipu­tuskan di paripurna, entah itu akan melalui voting ataupun melalui aklamasi,” paparnya.
Partai-partai Kecil Mau Disingkirkan
Hadar Nafis Gumay, Direktur Eksekutif Cetro
jumlah persentase Parlia­men­tary Thereshold yang ada saat ini sudah cukup. Ide untuk menaikannya hanyalah upaya dari parpol-parpol besar untuk menyingkirkan parpol kecil.
“Untuk menyederhanakan jumlah parpol, PT 2,5 persen pun sudah cukup menyeder­ha­na­kan parpol hingga tinggal 9 diparlemen,” kata Direktur Ek­se­kutif Centre for Electoral Reform (Cetro) Hadar Nafis Gu­may, kemarin.
Kenaikan PT, kata dia, hanya akan memperbesar jumlah suara yang hangus. Sebab par­pol-parpol yang tidak meme­nuhi kuota PT tidak bisa masuk ke parlemen, sehingga suara yang mereka peroleh tidak akan terwakili.
Dikatakan, saat kenaikan PT baru sebatas wacana pun, par­pol-parpol sudah meng­ambil ancang-ancang untuk berkoa­lisi, konfederasi dan sebagai­nya. Dengan cara yang seperti ini jumlah parpol memang akan berkurang.
Namun Hadar meragukan kalau pengurangan tersebut akan memperbaiki kualitas sistem Presidensial yang dianut Indonesia. “Kalau parpolnya tinggal 5 tapi moralnya masih seperti sekarang, kunker nggak jelas manfaatnya, suka buka-buka situs porno, nggak pernah mendengarkan aspirasi rakyat, itu percuma,” cibirnya.
Dalam pandangannya, selama ini anggota parlemen terlalu banyak alasan. Tidak sedikit para wakil rakyat itu menuding pemerintah menghambat kinerja mereka dalam hal penyelesaian undang-undang, padahal diaki­batkan kesalahan sendiri.
“Kalau undang-undang yang dikerjakan bersama pemerintah terhambat karena pemerintah, mereka tinggal beralih menger­ja­kan undang-undang yang lain,” tuturnya.
Untuk itu Hadar pun menya­rankan supaya para anggota par­lemen lebih fokus untuk mem­benahi perilaku mereka sendiri, daripada mengurusi masalah penguatan sistem presidensial dengan cara pengurangan jum­lah parpol di parlemen.
Menurutnya, jumlah parpol di parlemen akan berkurang de­ngan sendirinya. Seperti pada pemilu 2009, tadinya ada sekitar 38 kemudian menyusut jadi 9 parpol. “Itu akan terjadi secara alami, dan bertahap. Jadi kalau par­pol yang berada diparlemen berkualitas, dengan sendirinya sistem yang ada juga akan mem­baik,” pungkasnya. [RM]
Share this post :
 
Support : Creating Website | bahrun grup | simponi
Copyright © 2011. Suara Muda Kebumen - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by cs
Proudly powered by Blogger