Demokrasi (Repdem) Jakarta , datangi Markas Besar TNI Angkatan Darat di Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (19/4).
"Kami minta pimpinan TNI AD mengusut tuntas aksi kekerasan yang dilakukan anak buahnya. TNI diminta tidak menjadi alat penguasa," kata Ketua Repdem Jakarta, Faisal.
Menurut Faisal, seharusnya TNI menggunakan cara-cara kemanusiaan dalam berdemokrasi dan tidak melakukan pelanggaran HAM, sebagai bagian elemen pertahanan negara untuk menyelamatkan rakyat. Tidak ada penembakan peluru kepada warga pada saat menyuarakan haknya.
"Ruang dialog sebenarnya, ruang demokrasi tersebut. Dialog TNI - Warga sebagai lambang kemanusiaan, dengan harapan warga dan TNI tetap menjadi bagian NKRI yang utuh sesuai dengan prinsip demokrasi Pancasila," katanya.
Dia berharap semoga insiden penembakan ini menjadi gambaran bahwa TNI tidak lagi melakukan kekerasan atas nama negara diatas kepentingan segala-galanya
Repdem: TNI Jangan Gunakan Cara Orba
Senin, 18 April 2011 12:04 WIB
TRIBUNNEWS.COM,
"Kami mengecam tindakan pasif dari kepolisian yang sama sekali tidak menunjukkan doktrin Melindungi dan Melayani masyarakat. Mengedepankan pendekatan militerisme dan mengesampingkan dialog dengan rakyat dalam menangani konflik, bukti TNI saat ini masih melanjutkan tradisi lama militer seperti masa Orde Baru yang anti-rakyat, anti-petani, dan anti-demokrasi," papar Ketua Repdem, Masinton Pasaribu, Senin (18/04/2011).
Diungkapkan, tanah bagi rakyat adalah sumber penghidupan yang menafkahi keluarga. Dan, reformasi agraria mutlak dilaksanakan tanpa menggunakan cara-cara militerisme dalam penyelesaian sengketa agraria seperti di Kebumen dan di berbagai daerah lainnya di
Presiden SBY sebagai panglima tertinggi TNI diminta untuk bertindak tegas, memerintahkan TNI keluar dari areal lahan yang disengketakan oleh warga di Kebumen. Agar rakyat bisa aman dan nyaman dalam menjalani kehidupannya tanpa dihinggapi rasa ketakutan penyerbuan oleh TNI AD.
"Penyelesaian kasus sengketa lahan tersebut diselesaikan dengan cara dialog yang mengedepankan musyawarah mufakat," demikian Masinton Pasaribu. (tribunnews/yat
DPC REPDEM Kebumen
Kekerasan Militer Atas Nama Negara di Kebumen
(Sebuah Pelanggaran HAM berdemokrasi )
Insiden berdarah penembakan peluru kepada warga Kebumen Sabtu legi, 16 April 2011 TNI-AD Kepada warga Kebumen dalam “Gerakan aksi warga Petani Urut Sewu menuntut Landreform hak atas tanah Markas Dislitbang TNI untuk dijadikan areal pertanian dan pariwisata di desa Seterojenar, kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah memakan 15 korban masuk RSUD dan penahanan 6 warga di Polres Kebumen dan5 warga ditangkap TNI.
Prolog:
Tugas TNI: Melindungi, mengayomi dan melayani rakyat adalah tugas bela negara TNI, Kesatuan TNI sebagai elemen negara dalan tugas tersebut tidaklah berlebih, dalam menjalankan tugas bela negara-negara seharusnya tidak ada tindakan kekerasan, apalagi penembakan warga petani Urut Sewu Kebumen, Jawa Tengah dalam menuntut atas haknya yang dirampas oleh TNI atas nama negara.
Kronologi Gerakan Landreform Kebumen:
Pengembalian hak atas tanah (landreform) pada kem / markas tempat latihan perang TNI-AD Dislitbang di Desa Setrojenar, Kec. Buluspesantren (kompleks wisata pantai Bocor samudera Hindia) 7 km dari pusat kota Kebumen, Kabupaten termiskin 3 Jawa Tengah ini secara geografis terletak sebelah barat kab.Cilacap-Banyumas,sebelah Timur Kab.Purworejo, Selatan Samudera Hindia, sebelah utara Kab.Wonosobo dan Kab.Banjarnegraa ini adalah gerakan perlawanan masyarkat sipil sebagai klimaks dari tuntutan warga setelah ditemukan tapal batas kepemilikan warga yang mulai dimiliki sejak 1938 yang dikuasa kolonial Belanda masa kekuasaan Mataram.
Warga dengan atas nama petani Urut Sewu yang meliputi 7 kecamatan di sepanjang pesisir selatan Kebumen Jawa Tengah, didukung 25 ormas sipil ini sudah melakukan prinsip-prinsip demokrasi dengan audiensi, melayangkan surat dan aksi sebagai bentuk tuntut haknya.
Aksi warga tersebut didukung 25 ormas sipil seringkali mengadu ke DPRD Kebumen, Bupati Kebumen Buyar Winarso SE, Dandim 0709 Kebumen, selama 8 tahun lebih, mengusulkan perda tata ruang RTRW di propinsi dan mendesak kepada Komnasham dalam perjuangan untuk pembebasan tanah untuk warga sebagai pertanian dan pariwasata tidak menemukan hasil.
Sebaliknya pihak TNI dengan institusi menggunakan haknya juga dan tetap pada pendiriannya menggunakan tempat Dislitbang dan mengklaim tanah sepanjang pesisir pantai di Kebumen, dan daerah sekitarnya meliputi; Kabupaten Kulonprogo (Yogyakarta ), Purworejo, Cilacap milik negara untuk digunakan zona latihan militer TNI AD 1 km dari samudera hindia/Indonesia ini.
Hal ini memuncak bentrok Warga Urut Sewu dengan TNI pada Sabtu legi,16 April 2011, di Desa Setrojenar tempat markas TNI AD melakukan latihan rutinnya, mendapatkan reaksi keras dari warga setelah warga aksi 5000 masa 23 Maret 2011, kemudian memblokir jalan selatan pantai tersebut, pemblokiran jalan warga 2 km dari jalan JLSS menghubungkan Jawa Tengah Selatan Jalur Selatan-selatan, meliputi Bandung-Cilacap-Jogjakarta-Solo tersebut di sebabkan, TNI AD nekat tetap melakukan latihan militernya.
Setelah itu kemarahan warga sampai insiden penembakan oleh militer TNI di kepada warga dengan memakan korban 6 orang masuk RSUD Kebumen, dan menangkap beberapa warga di Polres Kebumen, dalam membantu memperjuangkan warga petani Urut Sewu tersebut.
Dukungan moral:Menurut saya” ada solusi seharusnya TNI menggunakan cara-cara kemanusiaan (tidak ada pelanggaran HAM) dalam berdemokrasi, sebagai bagian elemen pertahanan negara untuk menyelamatkan rakyat. Tidak ada penembakan peluru kepada warga pada saat menyuarakan haknya.
Ruang dialog sebenarnya, ruang demokrasi tersebut, dialog TNI-warga sebagai lambang kemanusiaan, dengan harapan warga dan TNI tetap menjadi bagian NKRI yang utuh sesuai dengan prinsip demokrasi Pancasila, yakni; sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Semoga insiden penembakan ini menjadi gambaran bahwa TNI tidak lagi melakukan kekerasan atas nama negara diatas kepentingan segala-galanya.
Dalam mengatasi persoalan masyarakat sipil;
bukan …“Kekerasan menghasilkan kekerasan, hanya nilai HAM (hak Asasi Kemanusiaan) yang adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia demi kepentingan semua elemen rakyat dan negara dalam proses pembangunan negeri RI.”…
17 April 2011
Eko Wahyudi
Ketua DPC REPDEM Kebumen.
Relawan Perjuangan Demokrasi
Tolong Kami Pak, Kami Takut Pulang ke Kebumen
Selasa, 19 April 2011 11:46 WIB
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Suara Warsono tiba-tiba terdengar parau. Tak lama kemudian pria paruh baya ini tak kuasa menahan sedih, air matanya kemudian jatuh saat menjelaskan kronologi kejadian yang terjadi di kampung halamannya, Desa Setrojenar, Kabupatren Kebumen, Jawa Tengah. Warsono (60), adalah salah satu warga yang menjadi korban terkait insiden bentrok warga dengan TNI, Sabtu siang,(16/04/2011) lalu
Warsono, bersama warga Kebumen yang juga menjadi korban, menyambangi DPR, Selasa (19/04/2011), ditemani oleh LSM KontraS, YLBHI, perwakilan Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS), serta Indonesian Human Right Comitte for Social Justice (IHSC).
"Tolong pak saya minta keadilan. Saya takut pulang.Kawan-kawan kami juga takut pulang pak, selama ini kami berlindung," ujar Warsono sambil menangis sesunggukan.
Matanya terlihat sembab. Warsono yang mengaku warga asli Desa Setro Jenar ini kemudian mengaku tak bisa menerima atas tindakan aparat TNI terhadapnya, juga warga kampungnya pada Sabtu kemarin.
"Kalau sudah dibegitukan, apakah itu dikatakan adil? Apakah adil kalau kami dibegitukan? Itu hak (tanah) kami milik sejak 1932," ujar nya lirih.
Warsono, bersama warga Kebumen yang juga menjadi korban, menyambangi DPR, Selasa (19/04/2011), ditemani oleh LSM KontraS, YLBHI, perwakilan Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS), serta Indonesian Human Right Comitte for Social Justice (IHSC).
"Tolong pak saya minta keadilan. Saya takut pulang.Kawan-kawan kami juga takut pulang pak, selama ini kami berlindung," ujar Warsono sambil menangis sesunggukan.
Matanya terlihat sembab. Warsono yang mengaku warga asli Desa Setro Jenar ini kemudian mengaku tak bisa menerima atas tindakan aparat TNI terhadapnya, juga warga kampungnya pada Sabtu kemarin.
"Kalau sudah dibegitukan, apakah itu dikatakan adil? Apakah adil kalau kami dibegitukan? Itu hak (tanah) kami milik sejak 1932," ujar nya lirih.
Penulis : Rachmat Hidayat
Editor : Hasiolan Eko P Gultom