Suara Muda
Headlines News :
Home » , » Diskriminasi Tak Pernah Berakhir: Berat Sebelah Penegakkan Hukum dalam Kasus Kekerasan Kebumen

Diskriminasi Tak Pernah Berakhir: Berat Sebelah Penegakkan Hukum dalam Kasus Kekerasan Kebumen

Written By Bahrun Ali Murtopo on September 8, 2011 | 9/08/2011

SIARAN PERS
Nomor: 179/DE/ELSAM/IX/2011
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)
dan INDIPT Kebumen
Diskriminasi Tak Pernah Berakhir:
Berat Sebelah Penegakkan Hukum dalam Kasus Kekerasan Kebumen
Konstitusi UUD 1945, mengakui bahwa hak asasi manusia setiap warga negara, dilindungi konstitusi, yang didijamin pemenuhan dan perlindungannya tanpa terkecuali. Termasuk menjadi bagian dari hak konstitusional
warga negara, adalah hak untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, sebagaimana diatur di dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Namun demikian, jaminan fundamental tersebut, hari ini sepertinya hanya menjadi janji kertas tanpa makna, khususnya bagi mereka warga kawasan Urut Sewu, di Setrojenar, Bulus Pesantren, Kebumen, yang harus menerima kenyataan pahit buruknya penegakkan hukum di negeri ini.
Pengadilan Negera Kebumen, hari ini telah menjatuhkan vonis bagi mereka, enam warga Urut Sewu, Kebumen, terkait dengan kasus kekerasan yang dilakukan oknum TNI AD, terhadap sejumlah warga kawasan Urut Sewu, pada Sabtu, 16 April 2011. Empat orang warga diantaranya didakwa telah melakukan tindakan pengrusakan terhadap aset milik TNI AD, sementara dua yang lain didakwa telah melakukan tindakan penganiayaan terhadap warga lainnya, yang hendak mengirimkan logistik bagi pasukan TNI AD. Keenam orang warga tersebut adalah sebagai berikut:
No.
Nama Warga
Dakwaan
Tindak Pidana
Tuntutan Jaksa
Vonis
1
Solekhan als. Lekhan bin Sadimin; Lahir di Kebumen, 1979
Di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap barang, sebagaimana dimaksud dalam pasal 170 KUHP, subsidair Pasal 212 KUHP.
Pengrusakan terhadap barang
1 tahun penjara
6 bulan penjara potong masa tahanan
2
Sobirin als. Birin bin Wasijo, laki-laki lahir di Kebumen, 29 Maret 1981.
Di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap barang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUHP.
Pengrusakan terhadap barang
1 tahun penjara
6 bulan penjara potong masa tahanan
3
Mulyono bin Mihad (alm) lahir di kebumen, 13 Oktober 1968.
Di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap barang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUHP.
Pengrusakan terhadap barang
1 tahun penjara
6 bulan penjara potong masa tahanan
4
Adi Waluyo bin Banjir, lahir di Kebumen, 1 November 1988
Di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap barang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUHP.
Pengrusakan terhadap barang
1 tahun penjara
6 bulan penjara potong masa tahanan
5
Asmarun als. Lubar bin Jaswadi, lahir di Kebumen, 14 Agustus 1971.
Di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, sebagaimana Pasal 170 KUHP
Penganiayaan
1 tahun penjara
5 bulan penjara potong masa tahanan
6
Sutriono als. Godreg bin Lamija, lahir 14 Februari 1986.
Di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, sebagaimana Pasal 170 KUHP
Penganiayaan
1 tahun penjara
5 bulan penjara potong masa tahanan
  
Terhadap vonis tersebut, baik penasihat hukum terdakwa, maupun Jaksa Penuntut Umum masih menyatakan pikir-pikir, apakah hendak mengajukan banding atau menerima putusan tersebut. Vonis dari majelis hakim di Pengadilan Negeri Kebumen ini kian memperlihatkan betapa masih diskriminatifnya watak penegakkan hukum di negeri ini. Warga negara yang menjadi korban,  justru dijatuhi hukuman, sementara dari oknum TNI AD yang melakukan tindakan kekerasan terhadap warga dan melakukan tindakan pengrusakan terhadap sejumlah harta benda milik warga, sampai dengan saat ini malah tidak dilakukan tindakan hukum apapun.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh Pomdam IV Diponegoro malah menyebutkan tidak ada pelanggaran apa pun yang dilakukan oleh pasukan TNI AD dalam kasus Kebumen. Pihak warga sebenarnya telah melaporkan tindakan yang dilakukan oleh pihak TNI kepada Polres Kebumen dan Sub Denpom IV/2-2 Purworejo. Namun, Komandan Sub Denpom IV/2-2 Purworejo mengatakan institusinya tidak memiliki kewenangan untuk menjelaskan mengenai proses hukum terhadap sejumlah anggota TNI dimaksud. Dia pun mengalihkan pengaduan warga ke Danpomdam IV/Diponegoro.
Ketiadaan proses hukum terhadap anggota TNI AD yang melakukan tindakan kekerasan terhadap warga memperlihatkan dengan jelas, adanya diskriminasi dalam proses hukum. Ada pengingkaran terhadap amanat Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 yang mengamanatkan adanya persamaan di muka hukum, serta hak atas kepastian dan keadilan hukum bagi setiap warganegara. Tertutupnya pihak TNI menanggapi kasus ini dan tiadanya proses hukum yang tegas terhadap para anggota TNI yang melakukan tindak kekerasan, menunjukan belum adanya transparansi dan akuntabilitas di pihak TNI. Hal ini juga menunjukan masih terpeliharanya impunitas TNI dari tindakan hukum apa pun, artinya TNI masih kebal hukum.
Sebagaimana diketahui, akibat penyerangan yang dilakukan oleh pihak TNI AD, terhadap warga Urut Sewu, telah mengakibatkan sedikitnya 14 orang warga sipil mengalami luka-luka, baik luka tembak maupun luka-luka yang diakibatkan oleh pukulan benda tumpul, tendangan sepatu lars, dan lain sebagainya. Selain itu, pasukan TNI AD juga merusak setidaknya 12 sepeda motor milik warga dan merampas beberapa telepon genggam dan kamera foto milik warga. Dari tindakan yang dilakukan oleh pihak TNI AD sendiri, berdasarkan hasil investigasi yang sudah dilakukan ELSAM, terlihat bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap sejumlah peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya Pasal 28 G ayat (2) UUD 1945, yang memberikan jaminan konstitusional bagi setiap warga negara untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi, serta merendahkan martabat manusia. Selain itu, tindakan TNI juga melanggar Pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta UU No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan. Dengan melakukan tindakan yang tidak pada tempatnya, pihak TNI AD juga telah melanggarnya undang-undangnya sendiri, UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
Perihal lain yang patut disayangkan, adalah bahwa selama proses persidangan berlangsung, baik Jaksa Penuntut Umum maupun Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini, sama sekali tidak mempertimbangkan konteks yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa yang dianggap sebagai suatu tindak pidana ini. Sebab tindakan pengrusakan maupun penganiayan yang dilakukan oleh enam warga tersebut, adalah sebagai implikasi dari kekesalan mereka, akibat dirampasnya hak-hak perdata mereka—status kepemilikan tanah, oleh pihak TNI AD, tanpa adanya suatu proses yang jelas dan diterima oleh kedua belah pihak. Rekomendasi Komnas HAM yang menyatakan adanya dugaan pelanggaran HAM dalam kasus kekerasan yang terjadi di Urut Sewu, Kebumen, juga tidak dipertimbangkan. Karena itu, vonis yang memberikan hukuman bagi warga ini, justru dikhawatirkan akan semakin memperkeruh pusaran konflik antara warga kawasan Urut Sewu, Kebumen, dengan pihak TNI AD, terkait dengan status kepemilikan tanah di wilayah tersebut.
Menyikapi situasi dan kondisi tersebut, ELSAM dan INDIPT Kebumen merekomendasikan kepada:
1.        Panglima TNI memerintahkan institusi yang berwenang di TNI, untuk segera melakukan proses hukum terhadap anggota TNI AD, yang melakukan tindakan kekerasan dan pengrusakan dalam kasus yang terjadi di Urut Sewu, Kebumen, dengan proses yang terbuka dan akuntabel.
2.       Untuk tidak memperkeruh situasi di Urut Sewu, khususnya pasca-vonis ini, pihak TNI agar mematuhi rekomendasi Komnas HAM, supaya tidak melakukan uji coba persenjataan maupun bentuk-bentuk latihan kemiliteran lainnya, sampai dengan jelasnya status kepemilikan tanah di wilayah tersebut.
3.       DPR melalui Komisi I dan Komisi II, segera mengambil langkah untuk menyelesaikan konflik antara warga kawasan Urut Sewu dan pihak TNI AD, khususnya terkait dengan status kepemilikan tanah di wilayah tersebut, agar tidak meletup kembali kekerasan di kelak kemudian hari. Langkah penyelesaian ini dapat melibatkan Kementerian Pertahanan, Kementerian Keuangan, Mabes TNI, Badan Pertanahan Nasional, Pemerintah Kabupaten Kebumen, dan warga setempat.
4.      Presiden, selaku pimpinan tertinggi pemerintahan agar memerintahkan pada jajaran di bawahnya, untuk mengambil langkah penyelesaian atas konflik tanah yang melibatkan warga dengan TNI, tidak hanya di Kebumen, tetapi juga di wilayah-wilayah lain di Indonesia. Selain itu, Presiden juga harus mendorong reformasi hukum dan peraturan perundang-undanganan yang terkait dengan militer, untuk tidak melanggengkan impunitas di tubuh TNI, sehingga anggota TNI tidak terus menjadi warga negara yang kebal dari proses hukum.
Jakarta, 8 September 2011
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM),
Institute Studi untuk Penguatan Masyarakat (INDIPT) Kebumen
Contact Person:
1.     081380305728 (Indriaswati D. Saptaningrum/Direktur Eksekutif ELSAM)
2.    087715016088 (Akhmad Murtajib/Direktur INDIPT Kebumen)
3.    081382083993 (Wahyudi Djafar/Peneliti Hukum dan HAM ELSAM) 

http://www.elsam.or.id/new/index.php?id=1584&lang=in&act=view&cat=c/302
Share this post :
 
Support : Creating Website | bahrun grup | simponi
Copyright © 2011. Suara Muda Kebumen - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by cs
Proudly powered by Blogger