Suara Muda
Headlines News :
Home » , » Herawati Diah: Mendorong Perempuan Tidak Korupsi

Herawati Diah: Mendorong Perempuan Tidak Korupsi

Written By Bahrun Ali Murtopo on May 14, 2011 | 5/14/2011


Penulis : Siswantini Suryandari


MI/Siswantini Suryandari
USIANYA genap 94 tahun pada 3 April lalu, tapi sosok Siti Latifah Herawati Diah atau akrab disapa Herawati Diah tampak enerjik. Di usia yang hampir satu abad itu, Herawati masih memikirkan masalah paling krusial di Indonesia, yakni korupsi.

Dalam wawancara dengan Media Indonesia di kediamannya, Selasa (10/5), Herawati dengan suara penuh semangat membahas masalah korupsi. ''Saya sangat prihatin terhadap masalah korupsi di Indonesia. Negara-negara tetangga bisa maju karena uang negara dipakai dengan semestinya. Sementara di Indonesia, dipakai untuk kepentingan pribadi,'' ujar istri tokoh pers nasional almarhum BM Diah.

Namun perhatian Herawati dalam pemberantasan korupsi ditujukan kepada perempuan. Salah satu pendiri Gerakan Pemberdayaan Swara Perempuan (GPSP), sebuah yayasan yang dulunya bernama Gerakan Perempuan Sadar Pemilu ini melihat bahwa perempuan bisa menjadi kontributor bagi suami atau pasangannya untuk melakukan tindak korupsi.

''Bila gaji suami cuma cukup buat kebutuhan sehari-hari, kemudian suami pulang membawa banyak hadiah, yang secara naluri akan berpikir uang darimana? Tapi kadang istri memilih diam, karena takut bertanya. Mereka tidak berani melawan. Nurut saja apa kata suami.''

Atas dasar itu, Herawati bersama teman-temannya telah mengkampanyekan gerakan perempuan antikorupsi sejak 2008. ''Kampanye ini juga didukung KPK, serta organisasi sosial lainnya.''

Dalam pemikiran ibu tiga anak, 11 cucu dan 12 cicit ini, banyak perempuan tidak berdaya saat mereka mengetahui suaminya terbukti melakukan korupsi. ''Inilah pentingnya kesadaran bagi perempuan untuk menyuarakan hati nurani. Perempuan dan laki-laki itu terlahir sama, mengapa ketika mereka ingin bersuara harus ditentang atau dilarang,'' kritiknya.

Hal ini sama dengan saat perempuan menghadapi pemilu pada masa reformasi 1999.  Perempuan menurut apa yang diminta suaminya dalam menyuarakan hak politik.

Gerakan sadar pemilu bagi perempuan, lanjut Herawati cukup sukses. ''Maka kini kami mencoba menggerakkan perempuan untuk menyuarakan antikorupsi,'' ujar perempuan pertama Indonesia yang meraih gelar kesarjanaan dari Columbia University, AS, di bidang ilmu sosiologi pada 1941 itu.

Herawati teringat sebuah peristiwa penting yang sulit dihapuskan dari ingatan, terkait masalah korupsi. Mantan anggota Komnas Perempuan periode 1998-2002 ini berkisah tentang AA Maramis, menteri keuangan pertama RI pada masa kabinet Soekarno. Saat Belanda masih berkuasa di Indonesia,Maramis pernah ditugaskan ke Manado.

Belanda kemudian memberikan hadiah berupa tiket VIP untuk menonton sebuah pertunjukkan. Namun kemudian dia menukar tiket itu ke kelas biasa, agar bisa mendapatkan dua tiket yang bisa dipakai bersama  istrinya.

''Tapi tindakan itu malah membuat dia celaka. Belanda menuduh tindakan itu bagian dari korupsi dan dijebloskan penjara. Padahal Maramis tidak memakai uang negara. Tapi hal semacam itu sudah diindikasikan sebagai bentuk korupsi. Kalau zaman sekarang, mungkin sudah sangat biasa orang mintajatah yang bukan haknya.''

Atas pemikiran-pemikiran tentang gerakan perempuan antikorupsi ini, dia bersama GPSP akan menyelenggarakan seminar nasional masalah korupsi dengan tema menciptakan good governance di Indonesia, 26 Mei mendatang.

''Korupsi itu bisa diberantas, dengan memulainya dari pendidikan keluarga. Orangtua sudah bisa mendidik anak untuk tidak mengambil barang bukan miliknya, lewat contoh dan perbuatan yang benar. Untuk mendapatkan sesuatu harus dengan usaha dan kerja keras,'' pesan Herawati pendiri sekaligus Pemimpin Redaksi The Indonesian Observer  periode 1955-1997.

Mengasah otak
Di usia yang sudah senja, Herawati masih sibuk bekerja. Dia terlibat di banyak organisasi. Termasuk klub poco-poco yang didirikannya. ''Tapi sekarang Diah Dance Group diteruskan Ibu Emil Salim. Saya sudah tidak bisa menari karena osteoporosis. Saya senang main brigde untuk mengasah otak,'' ujar perempuan yang fasih berbahasa Inggris dan Belanda ini.

Beberapa cucunya pun mendesak dia untuk menulis lagi. ''Saya sedang pikirkan untuk membuat tulisan. Enaknya kalau bergaul dengan anak muda begini nih. Dapat inspirasi dan ide. Saya kurang senang berteman dengan teman-teman yang sudah tua, karena yang diomongkan selalu penyakit. Rasanya menyedihkan kalau bicara penyakit,'' ucap Herawati sambil tertawa lepas.

Baginya memiliki kawan yang cukup banyak membuat hari tuanya tidak pernah sepi. Bahkan sampai usia lanjut, Herawati masih mengawal semua organisasi yang didirikan. Termasuk mengurus sekolah playgroup dan TK Carita di Bintaro untuk anak-anak tidak mampu. (Nda/OL-06
Share this post :
 
Support : Creating Website | bahrun grup | simponi
Copyright © 2011. Suara Muda Kebumen - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by cs
Proudly powered by Blogger